Selasa, 28 November 2017

Menenun rupiah dari sarung goyor

Kerajinan tenun ikat ATBM di Desa Wanarejan Utara Kec. Taman Kab. Pemalang sudah ada sejak tahun 1930-an, karena kondisi keamanan, kerajinan ini belum mengalami kemajuan yang berarti. Baru pada tahun 1950-an kerajinan ini mulai banyak diproduksi oleh masyarakat sebagai home industri dan lama kelamaan berkembang menjadi sentra yang dinamis. Produksi masyarakat pada saat itu hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri, seiring berjalannya waktu hasil produksinya pun dapat diterima oleh konsumen di daerah lainnya.

Produk utama yang dihasilkan pada sentra ini adalah sarung kembang atau sering disebut sebagi sarung goyor/ byur. Penyebutan ini berkaitan dengan proses produksi yang dilakukan yaitu sebelum benang ditenun terlebih dahulu diikat, sehingga benang yang tidak diikat akan terkena warna sesuai dengan design dan pola yang dikehendaki. Pola atau gambar yang digunakan bermotif bunga (kembang) dengan susunan tetris atau berbalok-balok. Sarung ini juga mempunyai kelenturan tersendiri dan tidak mudah kusut sehingga masyarakat menyebutnya sebagai sarung goyor atau byur.
Kondisi Sentra

Alat produksi sarung goyor dikerjakan menggunakan tenun tradisional (ATBM) yang sering disebut juga dengan tenun tok-klek (karena bunyi-bunyian yang dihasilkan). Bahan bakunya menggunakan benang rayon yang diimpor dari Cina dan India dengan ketebalan 60/2 dan 40/2. Menurut HM. Syukron yang menjabat sebagai Kepala Desa sekaligus pengrajin, di Desa Wanarejan Utara saat ini terdapat 178 pengrajin dengan 1.035 ATBM yang beroperasi dan menyerap tenaga kerja sebanyak 2.634 orang. Kondisi ini masih jauh dibandingkan pada masa kejayaan sarung goyor yaitu saat terjadinya krisis moneter sekitar tahun 1995 – 1999, dimana ATBM yang beroperasi mencapai angka dua kali lipat.

Proses produksi sarung goyor tergolong unik dan rumit, dimulai dari proses penyiapan dan pewarnaan (chemical) benang untuk ditenun sampai sarung siap dijual. Proses lusi yaitu benang tenun yang berfungsi sebagai penyangga (vertikal) dikerjakan melalui 5 tahapan, sedangkan proses pakan yaitu benang tenun yang membujur (horizontal) melalui 12 tahapan. Setelah itu benang ditenun (1 tahapan) untuk membentuk kain, pengerjaan dari kain tenun sampai dengan sarung goyor siap dipasarkan melalui 7 tahapan lagi. Secara keseluruhan sarung goyor dikerjakan melalui 25 tahapan, jika 1 proses produksi dikerjakan 1 orang dengan ATBM 1.035 unit, maka sentra ini minimal membutuhkan 25.875 orang, sebagai angka yang luar biasa bagi pemerintah dalam upaya mengurangi jumlah pengangguran.
Kajian Ekonomi

Sarung goyor juga sangat menguntungkan bagi pengrajin, dengan menggunakan benang 60/2 R (lusi) seharga Rp. 300.000,- per pack (menghasilkan 25 sarung) dan benang 40/2 R (pakan) seharga Rp. 225.000,- per pack (18 sarung), dimana HPP untuk membuat sarung goyor sebesar Rp. 90.000,- per sarung, dengan harga jual disesuaikan dengan kualitas produk yang dihasilkan. Terdapat empat jenis kualitas sarung goyor, yaitu; sarung kasaran, manis, halusan TNS  dan sarung halusan TS dengan harga jual antara Rp. 100.000,- s.d. Rp. 140.000,- per sarung. Nilai keuntungan (profitabilitas) yang tinggi ini membuat Desa Wanarejan Utara mempunyai tingkat pendapatan yang lebih baik dibandingkan Desa-Desa lain disekitarnya, sehingga sentra ini berkembang ke desa lainnya, seperti; Desa Wanarejan Selatan, Banjaran, Pedurungan, Beji, Serang, Comal, Padek dan Pelutan.

Tingkat kenyamanan sarung goyor saat dikenakan (pada cuaca panas terasa sejuk digunakan dan cuaca dingin hangat untuk dikenakan) sangat diminati oleh konsumen, disamping keunggulan lainya seperti lentur, tidak kusut, tidak mudah robek, tenunan yang halus (kerapatan 1.500 helai benang lusi) dan warnanya yang tidak mudah luntur. Pemasaran sarung goyor meliputi pasar lokal (Pemalang, Pekalongan, Tegal, Cirebon, Solo dan Semarang), diluar daerah (Jakarta, Bali, Aceh, Riau, Jambi dan Kalimantan) dan luar negeri (Abudhabi, Somalia, Tunisia, Yaman, Arab Saudi, Nigeria, Uni Emirat Arab, India, Malaysia dan Brunai). Selama ini para pengrajin di Desa Wanarejan Utara tidak dapat memenuhi permintaan pasar dikarenakan keterbatasan modal yang dimiliki.

Estimasi kebutuhan modal (investasi) sentra (sarung goyor) ini sebesar 30 milyar rupiah, diproyeksikan tingkat B/C ratio sebesar 1,55 kali, IRR 119%, NPV 48 milyar, BEP (penjualan) 40,47% dan pay back period selama 2,64 tahun. Investasi ini dapat mengembangkan jumlah ATBM menjadi 2.035 unit dengan kapasitas 915.750 sarung per tahunnya dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 50.875 orang. Mengingat besarnya multiplier effect pada sentra ini, maka sejak tahun 1996 mendapat prioritas pengambangan dari Pemda Kabupaten Pemalang dengan ditetapkan sebagai salah satu produk unggulan daerah, yaitu dengan pengembangan program kearah produktivitas dan lingkungan hidupnya, sehingga diharapkan sarung goyor tidak hanya mendatangkan rupiah bagi masyarakat juga ramah lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komunitas wong pemalang

ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Industri kecil kerajinan Tenun ATBM banyak terdapat di Desa Wanarejan, ...